Minggu, 28 Mei 2017

Kebijakan Anti Inflasi

Asalamu'alaikum...

Pada pembahasan materi kali ini kita akan mencoba membahas tentang kebijakan-kebijakan yang dapat diambil oleh pemerintah maupun Bank Indonesia (BI) dalam mengendalikan inflasi, bagaimana kebijakan-kebijakan tersebut bekerja dan dampak yang ditimbulkan dari penerapan kebijakan-kebijakan tersebut dalam perekonomian.

Dampak dari inflasi adalah menurunnya nilai uang, maksudnya adalah dengan nominal uang yang sama (misal Rp. 100.000,-) kita dapat membeli 10 Kg beras, tetapi setelah terjadinya inflasi kita tidak dapat lagi membeli beras dengan kualitas yang sama sebanyak 10 Kg, mungkin kita hanya mampu membeli sebanyak 9 Kg saja. Sedangkan naik turunnya nilai uang akan dipengaruhi oleh perubahan-perubahan yang terjadi pada jumlah uang beredar (M), kecepatan peredaran uang (V) dan jumlah barang yang diperdagangkan (T).


Meskipun inflasi akan menimbulkan banyak dampak buruk, tetapi setiap kebijakan anti inflasi bukan berarti bertujuan untuk menghilangkan inflasi sampai nol persen. Inflasi nol persen tidak akan dapat memacu pertumbuhan ekonomi, tetapi malah akan menimbulkan stagnasi. Kebijakan ekonomi anti inflasi adalah untuk menjaga agar laju inflasi berada di tingkat yang sangat rendah. 

Inflasi yang mampu meningkatkan kegiatan ekonomi adalah inflasi yang laju pertumbuhannya rendah (dibawak 5%) dan relatif tetap, bila terjadi perubahan akan dapat diprediksi. Inflasi seperti ini disebut inflasi inersial, inflasi jenis ini dapat digunakan untuk mengadakan kontrak jangka panjang dalam kegiatan perekonomian. Kestabilan laju inflasi inersial tidak akan bisa bertahan secara terus-menerus, tetapi mempunyai kecendrungan bertahan dalam jangka waktu yang lama, karena perubahan-perubahan laju inflasi terkadang sulit untuk di prediksi akibat dari banyaknya faktor-faktor (faktor ekonomi dan faktor di luar ekonomi) yang mempengaruhi terjadinya inflasi.


Pada prinsipnya untuk mengendalikan laju inflasi adalah dengan menaikkan nilai uang, yaitu dengan cara menurunkan atau mengurangi jumlah uang beredar (M) dan kecepatan peredaran uang (V) kemudian menaikkan atau menambah jumlah barang yang diperdagangkan (T). Untuk itu pemerintah dapat menempuh 3 kebijakan yaitu :

  1. Kebijakan Moneter, dilakukan oleh Bank Sentral (BI) melalui kebijakan uang ketat (tight money policy), dalam melaksanakan kebijakan ini BI dapat melakukan : 
    • Politik Diskonto dengan menaikkan suku bunga 
    • Menaikkan cash ratio 
    • Politik pasar terbuka dengan menjual surat-surat berharga milik pemerintah 
  2. Kebijakan Fiskal, dilakukan oleh pemerintah melalui kementrian keuangan dengan cara : 
    • Menurunkan pengeluaran pemerintah 
    • Menaikkan pajak 
    • Mengadakan pinjaman pemerintah dengan menjual obligasi kepada masyarakat melalui BI. 
  3. Kebijakan Non-Moneter, dilakukan oleh masyarakat atas dorongan pemerintah dengan cara : 
    • Menaikkan hasil produksi 
    • Kebijakan upah 
    • Pengawasan harga dan distribusi barang. 
Kedua lembaga pemegang kebijakan moneter dan fiskal dalam hal ini adalah BI dan kementrian keuangan harus selalu saling berkoordinasi dan menyesuaikan kebijakan ekonominya dalam mengatasi maslah inflasi dan masalah ekonomi makro lainnya, sehingga setiap kebijakan tersebut dapat berjalan baik, efisien dan efektif.

Kombinasi-kombinasi kebijakan yang dapat diambil oleh pemerintah untuk menekan laju inflasi adalah:
  1. Kebijakan fiskal yang dilakukan oleh pemerintah harus bersifat contractionary maksudnya adalah kebijakan dilakukan dengan mengurangi Goverment Expenditure (G) atau menaikkan pajak (Tx). Kebijakan ini bertujuan untuk menurunkan daya beli masyarakat dan menurunkan aggregate demand (AD) sehingga pembelian terhadap barang konsumsi dan investasi turun. 
  2. Kebijakan moneter yang diambil oleh BI haruslah juga bersifat contractionary, yaitu mengurangi uang beredar dengan cara menaikkan suku bunga atau menaikkan cadangan wajib. Kebijakan ini akan berdampak pada penurunan investasi dan menurunkan konsumsi dalam perekonomian masyarakat. 
Sebaliknya untuk mengendalikan deflasi, pemerintah dapat melakukan kebijakan-kebijakan: 
  1. Kebijakan fiskal, harus bersifat expansionary yaitu kebijakan yang dilakukan dengan meningkatkan Goverment Expenditure (G) atau menurunkan pajak (Tx) dengan tujuan dapat menaikkan daya beli masyarakat dan meningkatkan Aggregate Demand (AD), sehingga terjadi peningkatan konsumsi dan investasi dalam perekonomian. 
  2. Kebijakan moneter, juga harus bersifat expansionary yaitu kebijakan yang dilakukan untuk menambah uang beredar, dapat dilakukan dengan cara menurunkan suku bunga atau memperkecil cadangan wajib dengan tujuan untuk meningkatkan Aggregate Demand (AD) yaitu meningkatkan kemampuan masyarakat dalam berinvestasi dan berkonsumsi. 
Dampak Kebijakan Ekonomi 
Kebijakan fiskal dalam upaya menekan laju inflasi dapat dilakukan dengan menaikkan pajak. Kenaikan pajak akan menurunkan real income masyarakat yang selanjutnya akan menurunkan daya beli sehingga permintaan agregat (AD) dan pengeluaran agregat (AE) terhadap produk nasional akan turun. Penurunan AD akibat dari penurunan daya beli masyarakat akan mengakibatkan turunnya harga, ini berarti akan menekan laju inflasi. Penurunan AE pada akhirnya akan mengakibatkan penurunan pendapatan nasional. 

Kebijakan moneter dalam upaya menekan laju inflasi dapat dilakukan dengan menaikkan tingkat suku bunga untuk mengurangi jumlah uang beredar yang akan mengakibatkan turunnya investasi. Penurunan tingkat investasi akan mengakibarkan turunnya produk nasional dan tentunya akan menurunkan tingkat pendapatan masyarakat. Dampak dari penurunan tingkat pendapatan adalah turunnya tabungan persis sama dengan penurunan investasi, penurunan tingkat pendapatan juga akan menurunkan tingkat konsumsi masyarakat. Turunnya permintaan akan barang modal (investasi) dan barang konsumsi cendrung akan menurunkan harga, artinya laju inflasi dapat ditekan.

Kedua kebijakan (moneter dan fiskal) untuk mengatasi laju inflasi mempunyai dampak yang sama terhadap perekonomian, yaitu penurunan produk nasional yang akan diikuti meningkatnya pengangguran. Dapat dikatakan terjadi kontradiksi antara kebijakan pengendalian investasi dan kebijakan pengendalian pengangguran. Kondisi tersebut dapat diamati melalui Kurva Phiilips yang menjelaskan hubungan terbalik antara tingkat pengangguran dan kenaikan upah nominal. Tingkat upah menurun seiring dengan kenaikan pengangguran, terjadi trade-off antara kebijakan menurunkan laju inflasi dan kebijakan menurunkan tingkat pengangguran. Bila suatu negara dapat mengusahakan tingkat pengangguran yang lebih rendah, maka negara tersebut akan menerima tingkat inflasi yang tinggi.



Dari contoh ilustrasi kurva phillips di atas kita dapat mengatakan bahwa bila penganggran sebesar 6% dan tingkat upah mencapai 6% per tahun, terlihat laju inflasi sebesar 4% per tahun. Jika perekonomian semakin membaik maka kesempatan kerja bertambah (pengangguran turun menjadi 4%) maka tingkat upah akan mengalami kenaikan (menjadi 7%), keadaan ini akan membuat jumlah uang beredar semakin banyak dan memicu tingkat inflasi semakin tinggi (naik menjadi 5%). Sebaliknya jika keadaan perekonomian mengalami resesi, maka pengangguran akan meningkat (menjadi 8%) maka tingkat upah pun akan turun (menjadi 5%), keadaan ini akan mengurangi jumlah uang beredar dan akan menurunkan laju inflasi (menjadi 3%).

Biaya Inflasi
Adalah berbagai reaksi atau dampak yang ditimbulkan oleh inflasi dan menyebabkan beban-beban ekonomi secara tidak efisien ditanggung masyarakat. Dampak-dampak yang ditimbulkan tersebut dapat berupa :
  1. Pemutusan hubungan kerja (PHK). Biaya inflasi yang harus ditanggung oleh masyarakat yang terkena PHK adalah sebesar penghasilan yang hilang setelah mereka tidak bekerja.
  2. Besar kenaikan harga yang ditanggung masyarakat setiap hari untuk membeli barang dan jasa.

Reaksi terhadap kebijakan-kebijakan untuk mengurangi inflasi adalah bertambahnya pengangguran dan merosotnya produk nasional, kebijakan anti inflasi yang mengakibatkan bertambahnya tingkat pengangguran dapat kita katakan sebagai kebijakan anti inflasi dengan biaya tinggi.

Kebijakan anti inflasi dengan biaya rendah atau biasa dikenal dengan kebijakan pendapatan merupakan kebijakan-kebijakan yang dilakukan untuk menurunkan inflasi tanpa terjadinya kenaikan pengangguran, yaitu tindakan pemerintah yang berusaha membuat inflasi pada tingkat moderat melalui langkah-langkah langsung, baik melalui persuasi verbal, pengawasan hukum atau insentif-insentif lain seperti :
  • Kebijakan pengendalian harga dan upah di pasar produk dan pasar tenaga kerja.
  • Kebijakan pendapatan berbasis pajak, berupa kebijakan pemerintah untuk manaikkan pajak penghasilan secara perlahan agar tidak mempengaruhi lonjakan harga di pasar barang.
  • Kebijakan strategi pasar yang menekankan pada kekuatan pengendalian ketersediaan barang di pasar, agar dapat memperkuat daya tahan pasar terhadap kenaikan harga.


Sumber : Asfia Murni, 2016. Ekonomika Makro Edisi Revisi, Bandung, PT. Refika Aditama

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pembaca yang budiman, mohon untuk memberikan komentar yang membangun.